Pemerintah dan para Ilmuwan Islandia, baru-baru ini memasang plakat peringatan di Gletser Okj0kull yang kehilangan lapisan es dan statusnya sebagai gletser akibat pemanasn global oleh aktivitas manusia.
Dalam monumen tersebut tertulis peringatan bahwa dalam 200 tahun mendatang, umat manusia akan menyaksikan gletser-gletser lainnya akan mengikuti mencair seperti Okj0kull.
Plakat peringatan gletser Okj0kull mencair dan pemanasan global oleh aktivitas manusia
Di negari kita ini ( Indonesia ) juga memiliki gletser seperti Islandia, yaitu di Pegunungan Jayawijaya. Tidak kurang dari 84,9% dari massa es di pegunungan Jayawijaya telah mencair sejak tahun dari 1988, sehingga warisan alam ini pun diprediksi akan hilang dalam dekade mendatang.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, dampak perubahan iklim oleh emisi gas rumah kaca tidak hanya menyentuh gletser yang hanya ada satu-satunya di Indonesia ini, tetapi juga laut yang luasnya meliputi 70% dari wilayah Indonesia dan kedalamannya melebihi ketinggian Puncak Jaya.
Beberapa Ahli iklim dari beberapa dunia terdiri 36 negara mengakaji status dan proyeksi dampak perubahan iklim terhadap laut dan kriosfer serta implikasinya bagi ekosistem dan manusia berdasarkan 6.981 publikasi ilmiah
Hasil penelitian para ahli iklim mengungkap bahwa mencairnya lapisan es yang bermuara pada naiknya permukaan laut secara global merupakan satu dari beberapa efek domino dari perubahan iklim. Laporan IPCC menunjukan, secara persisten, perubahan iklim menyebabkan laut semakin panas, semakin asam dan kekurangan kadar oksigen.
Fenomena iklim seperti Marine heatwave (Gelombang Panas Laut) akan semakin sering terjadi dengan intensitas dan durasi yang meningkat terutama di daerah tropis.
Dampak bagi Indonesia : Sumber daya laut yang tergeser, tertekan, dan berkurang
Laporan dari parah peneliti mengisyaratkan beberapa catatan penting terkait dampak perubahan iklim bagi Indonesia sebagai negara kepulauan di kawasan tropis.
Pertama, keanekaragaman biota laut menjadi taruhan. Perubahan iklim turut mengubah ritme musiman dan distribusi spesies laut.
Sejak tahun 1950an, secara global, spesies laut yang biasa hidup dikedalaman kurang dari 200 meter berpindah menjauh dari kawasan tropis menjauh kurang lebih 52 kilometer per dekade. Hal serupa juga terjadi pada spesies-spesies laut dalam. Mengingat beragamnya spesies laut di Indonesia, maka perlu ada penelitian lebih lanjut tentang ritme musiman dan distribusi tersebut.
Kedua, laporan dari Para peneliti menekankan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling sensitif dibandingkan dengan ekosistem lainnya seperti padang lamun dan mangrove.
Kondisi ini berpengaruh bagi Indonesia yang memiliki padang lamun terluas di Asia Tenggara dan 23% mangrove di dunia. Menurunnya jas ekosistem lamun dan mangrove dapat mengurangi peran ekosistem laut pesisir dalam menyerap emisi karbon.
Ketiga, pemanasan laut dapat menambah beban sektor perikanan dalam menghadapi isu overfishing dengan menekan potensi tangkapan ikan maksimal hingga sekitar 30% diperairan Indonesia apabila emisi gas rumah kaca dibiarkan meningkat sepanjang abad 21. Kombinasi antara pemanasan dan pengasaman laut juga berdampak negatif pada stok ikan dan binatang bercangkang, seperti kerang mutiara dan lobster.
Tidak semua salah perubahan pada iklim
Untuk dapat mengambil langka adaptasi yang efektif, kita perlu memahami berbagai penyebab degradasi lingkungan laut yang tidak selalu disebabkan oleh perubahan iklim.
Salah satu contoh klasik adalah kenaikan permukaan laut di Jakarta yang lebih banyak disebabkan oleh penurunan permukaan tanah karena penyedotan air tanah.
Contoh lainnya, membedakan fenomena pengasaman atau penurunan pH air laut antara pengasaman laut (Ocean acidification) dan pengasaman pesisir (Coastal acidification).
Pengasaman laut merujuk kepada penurunan tingkat keasaman air laut akibat reaksi antara gas rumah kaca CO2 dan air laut. Namun, dikawasan perairan Indonesia juga terjadi pengasaman pesisir oleh aktivitas lokal manusia seperti pembungan limbah, sehingga laju pengasaman air laut lebih tinggi dari tren global.
Salah satu solusi lokal seperti penanggulangan limbah yang efektif dan restorasi ekosistem lamun yang mempengaruhi pH air laut secara lokal dapat mengurangi dampak dari pengasaman air laut bagi masyarakat sekitar.
Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki peran penting dalam mengambil langkah yang konkret dan realistis terhadap isu perubahan iklim. Kondisi laut yang semakin panas, asam dan kekurangan kadar oksigen memiliki implikasi bagi komitmen Indonesia dalam perlindungan keanekaragaman hayati maupun pemenuhan target Sustainable Development Goals.
Hal ini karena menurunnya kemapuan menjaga biota laut dari berbagai tekanan lingkungan, potensi mitigasi gas rumah kaca dari sektor kelautan, dan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan

