Minggu, 15 Desember 2019
Gletser di Dunia Akan Mencair, Gletser Pertama di Puncak Jaya Papua
Ilmuwan ahli Gletser di Dunia Memprediksikan bahwa Gletser pertama yang akan cair terlebih dulu adalah Puncak Jaya di Papua.
Gletser terakhir yang tersisa di dunia ada di deretan pegunugan tinggi antara Andes dan Himalaya.
Menurut sebuah studi, gletser ini diperkirakan akan hilang meleleh dalam rentan waktu kurang dari satu dekade.
Mengutip dari laman The Independent, seorang ilmuwan peneliti senior di Byrd Polar and Climate Research Centre Ohio State University, mengatakan, gletser di Papua(indonesia) adalah"kenari di tengah batu bara".
"Gletser ini akan menjadi yang pertama menghilang. Setelah itu, gletser di puncak gunung lainnya pun akan mengikuti,"kata Profesor Thompson.
Gletser Papua yang terletak di dekat Puncak Jaya, di bagian barat pulau Papua Nugini ini, telah mencair selama beberapa tahun.
Akan tetapi, pencairan ini terus menigkat dengan cepat setelah terjadi El Nino yang kuat pada tahun 2015 hingga 2016.
Fenomena iklim ini menyebabkan air laut dan suhu atmosfer menghangat.
El Nino merupakan fenomena alam, tetapi efeknya di perkuat dengan pemanasan global yang berlangsung.
Studi yang di lakukan oleh Profesor Thompson dan sejumlah rekannya, mengungkapkan, gletser diprediksi akan menghilang dalam kurung waktu 10 tahun ke depan.
Profesor Thompson mengatakan, peristiwa tersebut juga akan terjadi di gletser-gletser tropis seperti kilimanjaro (Tanzania) dan Quelccaya (Peru).
"Saya pikir Papua (Indonesia), gletser di sana adalah indikator dari apa yang akan terjadi di seluruh dunia," ungkap Profesor Thompson sebagaimana dikutip dari The Independent.
Gletser menyusut
Profesor Thompson dan timnya telah memantau gletser sejak tahun 2010.
Kala itu, mereka melakukan pengeboran terhadap inti es untuk memeriksa komposisi dan suhu atmosfer di sekitar gletser sepanjang sejarah.
Bahkan, saat itu, gletser telah menyusut. Pencairan terjadi sekitar 150 tahun yang lalu dan menjadi sangat cepat dalam dekade terakhir.
Peneliti menemukan tanda-tanda pencairan baik di bagian atas maupun bawah dari gletser.
Selama ekspedisi pengeboran tahun 2010, tim memasang kawat pipa PVC, yang duhubungkan menggunakan tali, ke dalam es.
Hal ini dilakukan untuk mengukur seberapa banyak es mencair dalam periode waktu tertentu.
Pengukuran dilakukan dengan secara berkala mengecek bagian-bagian tali yang terbuka saat es mencair.
Ketika diukur kembali pada Mei 2016 dan melihat adanya penambahan 4,26 meter tali yang terbuka, dan menunjukan peningkatan pencairan dalam waktu 6 bulan saja.
Tim tersebut juga mengukur tingkat pencairan gletser dengan melihat area permukaannya, yang menyusut sekitar 75 persen dari 2010 hingga 2018.
Bagian es telah menyusut sedemikian rupa hingga pada 2016, gletser tersebut terpecah menjadi dua bagian yang lebih kecil.
Pada Agustus 2019, seorang pendaki mengambil foto gletser dan menunjukan bahwa es tersebut hampir menghilang.
Dampak pencairan gletser
Pencairan gletser adalah penyebab utama dari kenaikan permukaan laut.
Menurut Profesor Thompson, gletser dipuncak gunung seluruh dunia berkontribusi sekitar sepertiga hingga setengah dari jumlah total kenaikan permukaan laut tahunan saat ini di lautan Bumi.
Perubahan iklim telah meningkatkan suhu atmosfer, yang menyebabkan udara di sekitar gletser pun menghangat.
Selain itu, mengubah ketinggian tempat di mana hujan berubah menjadi salju. Artinya, ketika salju di puncak gletser, akan membantu kembali membangun es dari tahun ke tahun.
Saat ini justru hujan yang turun. Air hujan menyerap lebih banyak energi panas dari matahari dari pada salju. Oleh karena itu, peningkatan jumlah air di atas gletser akan semakin menghangatkan gletser dan mempercepat pencairan es yang tersisa.
"Air pada dasarnya seperti bor air panas bagi gletser. Ia menembus es ke batuan dasar. Jadi, ketika air menumpuk di atas gletser, ia akan meleleh lebih cepat", kata Profesor Thompson.
Ketika air mulai megalir melalui celah-celah gletser menuju batuan dasar, akan mulai melelehkan gletser di sepanjang dasarnya.
Pada akhirnya, kondisi ini memunculkan suhu hangat tersendiri yang menyebabkan gletser meluncur, sangat lambat, menuruni gunung ke tinggian yang lebih rendah di mana suhu lebih hangat.
Sama dengan kasus gletser ini, para peneliti juga menemukan hal yang sama pada pengeboran pertama tahun 2010.
Inti es yang mereka bawa ke permukaan menunjukan adanya air lelehan di dasar gletser dan di bagian atas gletser.
Pencairan yang terjadi mempengaruhi informasi yang di dapat dipelajari oleh para peneliti dari inti es tersebut. Biasanya, peneliti dapat memperoleh cacatan data tahunan dari iklim di sekitar gletser.
Namum, ketika gletser mencair, catatan-catatan tersebut menjadi kabur. Dalam hal ini, inti es masih menunjukan bukti terjadinnya El Nino sepanjang sejarah inti es.
Kondisi ini pun memunculkan debat di antara masyarakat adat, yang menimbang apakah tim ekspedisi diizinkan melanjutkan penelitiannya untuk mempelajari sejarah yang terkandung di dalam es, atau membiarkan gletser tidak terganggu.
Media Korea Utara Klaim Wabah Covid-19 Berawal dari Warga Menyentuh Benda Alien
Yurika999 - Wabah Covid di Korea Utara muncul setelah warga menyentuh "benda alien" yang jatuh dekat perbatasan Korea Selatan, kl...
-
Pemandangan berbeda tersaji di Arab Saudi bagian barat laut pada beberapa terakhir. Wilayah Semenanjung Arab yang lazim dikenal sebagai ...
-
Yurika999 - Wabah Covid di Korea Utara muncul setelah warga menyentuh "benda alien" yang jatuh dekat perbatasan Korea Selatan, kl...
-
Yurika999 -- Berita terbaru penyebaran Virus Corona sudah menyebar ke 91 negara dan total global orang yang terinfeksi Virus ini sudah m...

